Rabu, 24 November 2010

MENUMBUHKAN KESADARAN SEJARAH LOKAL PAPUA

MENUMBUHKAN KESADARAN SEJARAH LOKAL PAPUA
Oleh : Yan Dirk Wabiser*


Pendahuluan
Tiap daerah memiliki sejarah lokal maupun sejarah lisannya masing-masing dan semua sejarah bermula dalam bentuk lisan. Generalisasi seperti ini dapat dijumpai dimana-mana termasuk di Tanah Papua. Orang Papua umunya banyak menyimpan sejarah lokal yang sering dituturkan, namun tidak tercatat dalam dokumen sebagai sumber tertulis. Sejarah lokal Papua belum banyak digali, dihidupkan serta diperdayakan untuk dimasukkan dalam kurikulum muatan lokal. Dengan dijadikannya sebagai bahan ajar muatan lokal, generasi muda (peserta didik) tidak kehilangan identitas dan jati diri mereka.
Menggali sejarah lokal sangat penting sebab sejarah nasional terbentuk dari sejumlah informasi sejarah lokal tetapi tentu mempunyai nilai nasional. Selain itu, sejarah lokal adalah cermin diri dari empunya sejarah itu. Sejarah lokal Papua harus digali dan dihidupkan agar orang Papua masa kini tidak kehilangan identitas dirinya. Hal ini sangat urgen karena kelampauan Papua turut menentukan kekinian dan keakanan yang diharapkan lebih baik. Menggali dan menghidupkan sejarah lokal merupakan kesadaran.
Wujud kesadaran sejarah sebagaimana ditegaskan oleh Ahli sejarah Indonesia, Satono Kartodirdjo (1993) bahwa bangsa yang tidak mengenal masa lampaunya akan kehilangan identitas atau kepribadiannya. Jadi, kesadaran sejarah merupakan inspirasi dan aspirasi, keduanya sangat potensial untuk membangkitkan sense of pride (kebanggaan ) dan sense of obligation (tanggung jawab dan kewajiban).
Kesadaran sejarah di atas, tercantum juga dalam Garis-Garis Besar Haluan Negera (1993) yang telah menegaskan bahwa nilai dan tradisi sejarah yang memberikan corak khas pada kebudayaan bangsa perlu digali, dipelihara, serta dibina untuk memupuk semangat kebangsaan cinta tanah air. Jaminan ini dapat diwujudnyatakan melalui kesadaran sejarah. Tanpa kesadaran sejarah ibarat manusia hidup tanpa tujuan atau seakan-akan kita tidak memiliki sejarah. Kalau kondisinya demikian, maka sulit untuk menentukan masa kini dan masa depan.
Tanah Papua bukan terra in cognita, karena sudah dihuni oleh manusia Papua ras Melanesia sejak beberapa abad yang lalu. Dalam proses perjalanan itu manusia Papua kaya dengan tradisi lisan, sejarah lisan maupun sejarah lokalnya. Kekayaan-kekayaan ini menunjukkan identitas diri, namun belum banyak digali, dihidupkan dan diberdayakan untuk kepentingan pembangunan nasional maupun daerah (provinsi/kabupaten/kota), dan lebih khusus lagi agar orang Papua tidak kehilangan identitas dirinya baik masa kini maupun masa yang akan datang.
Kesadaran sejarah lokal Papua, kadang seperti tertutup tabir, pada hal daerah ini dipastikan memiliki sejarah sama seperti daerah lainnya, perbedaannya tertetak pada nuansa historis menurut keadaan dan fakta pendukungnya. Umpamanya : Hari Jadi Kota Jayapura, ada nuansa historis yang menyertainya. Keberadaan sejarah lokal suatu daerah sangat ditentukan oleh adanya sumber-sumber sejarah yang mendukungnya. Bagi daerah yang dahulu menjadi pusat pusat pemerintahan sudah dapat dipastikan daerah itu akan memiliki arti yang sangat penting bagi pengungkapan dan penyusunan sejarah (Turah Untung, 2005). Daerah- daerah di Papua yang dahulu menjadi pusat pemerintahan adalah Manokwari, Fak-Fak, Merauke dan Hollandia (Jayapura). Mengapa ada kantor Arsip Daerah ? karena dokumen selalu tersimpan dalam arsip daerah dan juga dalam perpustakaan. Dokumen yang tersimpan sangat penting dalam perencanaan pembangunan daerah. Berbeda dengan daerah yang semenjak dahulu tidak menjadi pusat pemerintahan, maka keadaan klasiknya akan tertutup tabir. Sebab, sumber dan fakta yang menjadi sumber primer sejarah amat minim, sehingga untuk menguak tabir sejarah tentu mengalami kesulitan. Untuk mengungkap permasalahan kedua ini, kita mengandalkan sejarah lisan/ wawancara lisan.
Sejarah lokal Papua mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam era reformasi atau era otonomi khusus bagi Provinsi Papua. Dalam catatan sejarah era otonomi khusus merupakan masa keemasan bagi orang Papua karena itu dengan kesadaran pula kita mempunyai komitmen untuk membangun Papua kearah yang lebih baik. Mengapa Gubernur Provinsi Papua sekarang mau membangun dari kampung ke kota?. Bukankah komitmen ini merupakan suatu kesadaran sejarah ?. jika disimak dengan baik program-program kandidat calon dan wakil calon gubernur Provinsi Papua periode 2006-2011, maka terlihat dengan jelas kesadaran sejarah dari masing-masing kandidat itu. Persoalannya adalah bagaimana mewujudkan kesadaran itu untuk memajukan daerah/0rang Papua. Untuk membangun Tanah papua, kita harus belajar dari aspek kelampauan Papua dalam aspek politik, ekonomi, pendididkan dan kebudayaan.

Kesadaran sejarah dalam berbagai aspek/bidang.

a. Kesadaran dalam aspek Politik
Dengan mempelajari sejarah lokal, kita akan mengetahui dengan jelas bagaimana sistem pemerintahan yang dijalankan oleh Pemerintah Belanda di Papua, apakah desentralisasi atau sentralisasi kekuasaan. Hal lainnya adalah menyangkut pemekaran atau pembagian wilayah seperti yang sekarang terjadi di Papua. Bukankah pemekaran atau pembagian wilayah Papua pada masa kini mengikuti model yang dilakukan Pemerintah Belanda?. Yang terpenting juga di dalam bagian ini adalah bagaimana peran dan keterlibatan orang Papua dalam pemerintahan. Demikian juga dengan situasi dan kondisi setelah proses integrasi hingga runtuhnya orde baru di Indonesia. Dengan memahami sistem dan keterlibatan itu maka kegagalan-kegagalan yang pernah terjadi tidak terulang lagi. Prinsipnya adalah belajar dari masa lalu untuk menentukan hari ini dan esok yang lebih baik.

b. Kesadaran dalam aspek sejarah ekonomi

Selain sejarah lokal politik, kita juga memahami bagaimana kehidupan perekonomian pada masa lalu, usaha-usaha apa yang dilakukan untuk memberdayakan ekonomi orang Papua. Berbagai fenomena yang terjadi baik sebelum dan sesudah otonomi khusus tidak menyurutkan orang dari berbagai belahan Indonesia, terutama dari Pulau Jawa, Sulawesi, Kepulauan Ambon, Nusa Tenggara Timur, bahkan dari Pulau Sumatera datang menjejali kota –kota di Papua. Berbagai kelompok suku ini berlomba mengadu nasib bersama-sama dengan masyarakat asli Papua. Persaingan pun berjalan tak seimbangan. Kaum migran dari luar Papua berkembang lebih maju sedangkan masyarakat adat pemilik kota termarginalisasikan mulai dari aset-aset kehidupan serta lapangan pekerjaan yang ada disekitarnya dengan alasan klasik akibat rendahnya kemampuan dan daya saing. Kaum investor dan kaum migran mengembangkan inventasinya. Hampir semua jenis usaha ekonomi, mulai usaha produksi, distribusi, pemasaran maupun jasa-jasa lainnya dikuasai oleh kaum migran. Sebuah potret kesenjangan ekonomi antara kaum migran dan masyarakat asli. Dengan kesadaran sejarah, muncul pertanyaan : apa yang harus dilakukan untuk memberdayakan orang asli Papua dalam bidang ekonomi?.

c. Kesadaran dalam aspek sejarah Pendidikan
Dengan mempelajari sejarah pendidikan di Papua, maka kita akan memahami dengan baik perkembangan pendidikan di Papua dari waktu ke waktu, yaitu bagaimana pendidikan di Papua masa Belanda, masa orde baru dan masa reformasi/otonomi khusus. Dengan mengkaji sejarah pendidikan kita akan memahami kurikulum pendidikan yang diterapkan, upaya untuk meningkatkan kualitas guru, kesejahteraan, sarana dan prasarana dan tujuan akhir dari sistem pendidikan itu. Kondisi masa kini menunjukkan bahwa partisipasi sekolah mengalami kemajuan tetapi kualitas masih sangat rendah. Dengan kedasaran sejarah, yang perlu dilakukan adalah peningkatan kualitas pembelajaran/kualitas guru (dosen), kualitas lulusan, sarana prasarana (perpustakaan dan laboratorium) yang memadai.

d. Kesadaran dalam aspek budaya
Setiap suku bangsa mempunyai sejarah kebudayaan yang menjadi ciri dan identitas bagi mereka. Manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan. Manusia dan kebudayaan merupakan suatu kesatuan yang erat sekali. Tak mungkin keduanya dipisahkan. Ada manusia ada kebudayaan. Sejarah kebudayaan merupakan cerminan diri dari sebuah bangsa, dan kelompok suku bangsa karena itu perlu dan terus dipelajari dan dikembangkan oleh generasi mudanya agar tidak mengalami kepunahan.
Fenomena masa kini menunjukkan bahwa ada degradasi budaya bahkan dekadensi budaya. Budaya-budaya warisan masa lalu sulit dipertahankan lagi. Soal bahasa daerah misalnya; anak –anak Papua tidak fasih lagi dalam mengunakan bahasa lokalnya; soal tarian lebih suka wayase daripada tarian yospan. Salah satu aspek kebudayaan yang kiranya menduduki prioritas utama untuk dibina dan dikembangkan, dan selanjutnya diwariskan ialah bahasa-bahasa daerah karena merupakan identitas kebudayaan daerah perlu dilestarikan hidupnya ( Hardjoprawiro,1993/1994 : 31). Dengan kesadaran sejarah kita harus mempertahankan budaya lokal agar tetap lestari dengan memanfaatkan momentum otonomi khusus untuk memasukkan budaya-budaya lokal sebagai bahan ajar muatan lokal.

Desentralisasi Sejarah
Era otonomi Khusus merupakan era yang sangat tepat untuk melakukan desentralisasi sejarah. Desentralisasi sejarah dapat saja dimulai dari langkah pemerintah daerah (provinsi,kabupaten, kota) untuk merekonstruksi permasalahan sejarah lokal Papua secara komprehensif ( sejarah kampung, sejarah kota, sejarah provinsi/daerah), mengumpulkan aset-aset sejarah- baik berupa benda, bangunan, maupun dokumen-dokumen sejarah; penulisan sejarah lokal, serta pelacakan sejarah dan tokoh-tokoh lokal. Sumber-sumber tertulis tentang Papua terdapat dalam berbagai dokumen, baik dalam dokumen berbahasa indonesia, bahasa Belanda, Bahasa Spanyol, bahasa Portugis dan tersimpan dalam pusat-pusat arsip-arsip yang tersebar di negara-negara yang memiliki bahasa tersebut. Salah satu cara yang harus dilakukan adalah membaca dokumen tersebut untuk kepentingan penulisan sejarah Papua. Agar maksud tersebut tercapai maka cara yang ditempuh adalah mendidik/melatih sejumlah peneliti untuk menguasai bahasa asing tersebut dengan memberikan prioritas kepada bahasa Belanda karena dokumen tertulis tentang Papua paling banyak tersimpan di negeri Belanda ( Mansoben, 2006)
Langkah pemerintah daerah ini merupakan kesadaran terhadap sejarah lama, yang akan menumbuhkan kesadaran terhadap sejarah kontemporer. Menurut Nugroho Notosusanto (1984: 6), sejarah kontemporer adalah zaman dari mereka yang hidupnya bersamaan, yakni bersamaan dengan kita baik pembaca maupun sejarawan serta penggarapanaya secara ilmiah. Penulisan sejarah kontemporer sangat penting karena adanya perubahan-perubahan yang besar d an cepat pada masa sekarang. Dalam sejarah kontemporer itu, sejarah dipandang sebagai sebuah pergerakan yang mengikuti sebuah jalan pasti, yang mengarah maju dan tidak bisa tidak berjalan dari satu tingkat ke tingkat lainnya yang lebih maju. Orang dapat saja mengetahui pergerakan sejarah itu, baik dengan menaikkan maupun menurunkan temponya; tetapi ia tidak dapat menghentikannya atau mengubah arah sejarah. Ali Syari’ ati (1988) berpendapat bahwa kesadaran masyarakat perlu dibangun sebab kesadaran sejarah itu adalah cermin diri, dan sejarah adalah sesuatu proses yang berkesinambungan dari suatu masyarakat yang berlangsung menurut hukum-hukum tertentu yang bersifat deterministik, dan memiliki akumulasi dari bangkit dan runtuhnya suatu masyarakat. Kesadaran sejarah lokal Papua perlu dibangun sebab merupakan cermin diri dan identitas diri yang perlu dikembangkan sepanjang zaman.


Daftar Rujukan

Hardjoprawiro. 1993/1994. Pelestarian Bahasa dan Kebudayaan Daerah Dalam Masyarakat Indonesia yang Majemuk. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Kartodirdjo, Sartono, 1993. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Mansober, J.R. 2006. Sejarah Lokal Papua sebagai Eksistensi Orang Papua yang perlu dikembangkan. Jayapura. Pusat Kajian Sejarah Lokal Papua.

Notosusanto Nugroho (1984) Masalah penelitian Sejarah kontemporer (Suatu Pengalaman). Jakarta: Inti Idayu Press.
Turah, Untung. 2005. Menumbuhkan Kesadaran Sejarah Lokal (htt//www.Suaramerdeka.com)

Wabiser, Y.D. 2006. Inventarisasi Sejarah Lokal Papua. Jayapura. Pusat Kajian Sejarah Lokal Papua



* Penulis : Staf Pengajar pada Program Studi Pendidikan Sejarah dan PPKn FKIP Universitas Cenderawasih Jayapura